BATULICIN – Sebuah kegiatan edukasi digelar Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Tanah Bumbu bersama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalimantan Selatan. Hal ini ditujukan kepada komunitas Netizen, dalam rangka menguatkan pemahaman dalam menyebarkan informasi yang berkaidah jurnalistik.
Kegiatan ini sekaligus menandai sebuah pengakuan akan eksistensi komunitas netizen disini, yang lebih perduli terhadap sebuah peristiwa untuk dirangkum menjadi informasi akurat dan secara cepat melalui media sosial.
Bersamaan itu, Kepala Diskominfo Tanbu melalui Kabid Pengelolaan Komunikadi Publik, Julian Tridana menyampaikan kegiatan ini adalah bentuk penguatan komunitas para Netizen yang merupakan bagian dari Kelompok Informasi Masyarakat (KIM).
Menjelaskan tentang KIM lanjut Julian di era Orde Baru, KIM ini dikenal dengan Kelompencapir (kelompok pendengar, pembaca, dan pemirsa).
Dengan demikian tambahnya, Diskominfo Tanah Bumbu ingin komunitas netizen dapat memberikan informasi secara akurat dan mengantisipasi netizen melakukan suatu pelanggan hukum akibat salah unggahan dan tulisan di media sosial.
“KIM itu dibentuk dari masyarakat dan untuk masyarakat. Dan pemerintah menjadikan komunitas netizen sebagai mitra pemberi informasi dan penyampai informasi secara timbal balik,” dalam sambutannya sekaligus membuka Sosialisasi Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) di Gedung PKK Sabtu (20/07/2019).
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Kalimantan Selatan, Zainal Helmie menanggapi peran komunitas Netizen sebagai penggiat pencari informasi diakui lebih cepat dibandingkan media mainstream lainnya.
Namun pedoman terpenting sebagai Netizen tersebut paparnya, diharapkan lebih mengedepankan Undang Undang ITE nomor 19 tahun 2016, serta pasal 310 ayat 1 KUHP tentang Pencemaran Nama Baik termasuk pasal 311 ayat 1 KUHP tentang Fitnah.
“Dengan memahami pedoman terpenting ini tentunya akan menjadi filter bagi kita semua untuk bersikap bijak dalam bermedsos hingga tidak ada yang dirugikan akan hasil tulisan atau unggahan dari kita selaku pengguna akun di Medsos itu,” tuturnya saat memberikan materi pada acara tersebut.
Terkait pemahaman media online dan media sosial turut diuraikan dikesempatan tersebut.
Dalam pandangannya, media sosial berbeda dengan media online. Sementara di media online yang sudah terverifikasi, dianggap sudah memiliki legalitas dan badan hukum yang jelas. Namun jika ada suatu pemberitaan yang merugikan salah satu pihak, masalah tersebut tidak bisa langsung dibawa ke jalur hukum.
“Hal ini berkaitan dengan mekanisme Undang Undang Pers terlebih dahulu, artinya itu tidak bisa langsung dilaporkan ke Polisi. Kalau ada pihak yang dirugikan, bisa melalui hak jawab,” terangnya.
Pencerahan berikutnya turut disampaikan Sekretaris PWI Kalsel, Yusni Hardi. Dalam sosialisasi tersebut menyampaikan tentang pemberitaan ramah anak. Ia menyebut sebanyak 65,34 persen anak usia 9 sampai 19 tahun sudah memiliki smartphone.
“Tak sedikit anak memegang smartphone, bahkan sudah bisa mengakses internet. Banyak kasus mereka sendiri di dalam kamar, ketawa sendirian di pojokan. Tanpa dikontrol itu sangat berbahaya,” imbuhnya.
Diterangkannya, berita ramah anak tidak hanya berarti berita yang tidak mengandung kekerasan, pornografi, dan tidak mengeksploitasi masalah yang sedang dialami anak, tetapi juga harus mengakomodir berita-berita tentang prestasi anak.
“Jika ada kasus pemerkosaan, jangan sekali-kali mengungkap identitas anak. Inisial pun jangan. Termasuk tempat dimana dia tinggal dan di mana anak itu bersekolah. Jangan disebut secara vulgar,” sebutnya. (Wn)