JAKARTA – Tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia ke depan akan semakin berat. Tantangan tersebut berasal dari luar, seperti revolusi industri jilid keempat, era disrupsi, hingga tantangan ekonomi global yang penuh ketidakpastian, serta tantangan yang berasal dari dalam negeri seperti intoleransi, radikalisme, dan terorisme. Untuk itu, diperlukan kecepatan dalam memutuskan dan sikap responsif terhadap perubahan yang ada.
Hal tersebut disampaikan oleh Presiden Joko Widodo saat ia menyampaikan sambutan pada acara peresmian Pembukaan Orientasi dan Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan bagi Anggota DPR RI dan DPD RI Terpilih Periode 2019-2024. Acara tersebut digelar di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin, 26 Agustus 2019.
“Hari ini misalnya kita baru berbicara Brexit, besok sudah pindah lagi pada perang dagang, besok lagi sudah berbicara lagi masalah peso yang juga mempengaruhi mata uang seluruh dunia. Hal-hal seperti ini yang menyebabkan kita harus bekerja lebih cepat, memutuskan lebih cepat, dan responsif terhadap perubahan-perubahan yang ada,” tegas Presiden Jokowi.
Di tengah persaingan global tersebut, kata Presiden, hampir semua negara sekarang ini berkompetisi dan bersaing dalam memperebutkan investasi, teknologi, maupun memperebutkan pasar.
“Siapa yang menjadi pemenang? Menurut saya negara yang cepat, bukan negara yang besar, tetapi negara yang cepat. Selalu saya sampaikan, negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lamban, sudah,” lanjutnya.
Tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia juga akan berasal dari dalam negeri. Presiden setidaknya menyebut tiga hal, yaitu intoleransi, radikalisme, dan terorisme. Untuk itu, Presiden memandang bahwa strategi-strategi baru dalam bernegara amatlah diperlukan, termasuk dalam membuat regulasi.
“Kita membutuhkan cara-cara baru dalam bernegara. Harus lebih cepat, sehingga dalam hal ini saya mengajak dalam membuat regulasi-regulasi nantinya juga kecepatan itu sangat kita perlukan. Karena tanpa sebuah kecepatan dalam membikin regulasi ya kita akan ditinggal oleh revolusi industri jilid keempat, oleh teknologi baru yang selalu bermunculan setiap hari,” jelasnya.
Dalam setiap konferensi internasional yang dihadirinya, Kepala Negara menyebut bahwa kecepatan regulasi yang selalu tertinggal dari perubahan teknologi selalu menjadi pembahasan para kepala negara maupun kepala pemerintahan. Misalnya pada KTT G20, semua pemimpin berbicara masalah pajak digital yang belum ada regulasinya di hampir semua negara.
“Sehingga kecepatan-kecepatan di dalam membuat undang-undang dan peraturan itu sangat diperlukan dan semua itu membutuhkan sebuah ekosistem politik, ekosistem hukum, dan ekosistem sosial yang kondusif yang mendukung adanya kecepatan yang tadi saya sampaikan,” imbuhnya. (SetPres)